STPC Versi-ku

image

Judulnya pakai singkatan STPC atau kepanjangannya Setiap Tempat Punya Cerita. Ya, ini memang singkatan dari proyek novel dari GagasMedia dan Bukune. Singkatan yang ku gunakan setiap kali menyebut kisahku mengenai perhatian seseorang ehm… cowok kepada diriku di setiap destinasi yang pernah ku datangi.

Sebenarnya nggak moodmood amat cerita beginian, tapi, karena suasanya mendukung jadi kepengen. Bohong kalau bilang masa remajaku biasa-biasa aja, tanpa ada percikan cinta (jiah, ini rada aneh xD). Aku pernah kok ngerasain apa yang pernah dirasain orang lain. Dari first love, monkey-love sampai ke cinta sesaat yang ternyata cuma sebuah fase untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain yang beda jenis.

Meski, pada akhirnya aku tetap menjadi individu yang menjauhkan diri dari percikan itu. Berusaha menjauh sih lebih tepatnya. Kenapa? Setelah dipikir-pikir, saat percikan itu datang ada banyak hal penting yang ku lewatkan dalam mencari jalan menuju impian yang telah ku pendam selama ini. Aku sampai jarang memikirkan bagaimana impianku terwujud saking digalaukan oleh perasaan ingin memiliki–yang egois.

Mungkin bukan sekarang.

Belum sekarang.

Cintaku pada mimpi lebih penting.

Kalimat-kalimat itu adalah jawaban atas pertanyaan teman-temanku yang nanyain soal pacaran. Tapi aku sendiri belum tahu. Kadang saat ini kita hanya bisa mengelak, tapi saat waktunya tiba kalimat di atas hanya bualan belaka. Kemudian teman-temanku akan menyindir, “Katanya mimpi yang lebih penting?”

Akan ku jawab mereka dengan seringai kecil. “It found me.”

Orang bilang, “Love will find you” dan hal itu benar. Selama tiga tahun belakangan ada-ada aja hal yang tak terduga menghampiriku, salah satunya cinta. Beberapa kali aku terseok ke dalam lubang yang sama tujuannya, walau akhirnya aku harus kembali merangkak ke atas saat tahu lubang-lubang itu sudah tak menuju ke tujuan yang diduga sebelumnya. Mereka tergantung tidak jelas, kemudian terlupakan dijajah waktu dan memori baru.

Berawal dari Ternate, aku punya first love di sana. Di Banjarmasin, monkey-love gitu, ke Sengkang dapat yang nggak tuntas, Baubau sempat rasa, sih tapi jadi bahan pembelajaran untuk ngikutin kata hati dan merelakan, dan di Makassar… aku belajar untuk bagaimana harus bersikap dan bagaimana cara membedakan perilaku antara teman dan the special one. Oh ya, aku juga udah rasain gimana itu di-PHP-in orang, sering malah. Mungkin karena sikapku juga yang biasa-biasa aja.

Kalau boleh jujur aku memang nggak bisa bedain gimana harus beperilaku di depan teman dan seseorang yang spesial. Prinsipku saat PDKT adalah menjadi diri sendiri. Itu sudah ku lakukan sampai seseorang mengatakan, “Kamu cuma mau jadi teman atau seseorang yang spesial di mata dia, sih? Pastilah dia nganggap kamu nggak punya perasaan apa-apa ke dia, sikapmu sih yang terlalu biasa.”

Heng….. *hening sesaat*

Gitu toh? *baru ngeh*

Tapi aku tidak bisa pungkiri, prinsip itu tetap tertanam karena focus goal yang tidak boleh dirusak hanya karena percikan kecil yang aku sendiri nggak tahu arahnya ke mana. Intinya, waktunya belum tiba ^0^

Oh ya, STPC versi-ku ini masih dalam fase kegantung. Belum ada tokoh yang bisa menjawab pertanyaan sederhanaku mengenai tujuan dari fase ini. Kenapa nggak yah manusia itu saling jatuh cinta setelah impian mereka terpenuhi? Ah… apalah itu. Aku nggak begitu ngeh soal beginian sih, jadi rada aneh nulisnya.

Lagipula… aku lelah harus menyimpan rasa terus-menerus bila percikan itu tiba. Lelah yang menggalaukan, sampai sulit nulis karena kepikiran mulu. Yap, tipe-tipe pemendam rasa *cielah. Inginnya sih percikan itu jangan dulu tiba sampai impianku terwujud, biar bisa fokus. Inginnya… tapi tetap saja manusia nggak bisa lepas dari jeratannya.

Fyi, jangan lupa kalau jatuh cinta ini beda dengan jatuh cinta pada keindahan alam. Dua jenis yang berbeda dengan rasa yang berbeda pula.

Heum, akan seperti apa STPC versi-ku selanjutnya, ya? ._. mungkin aku memang tidak perlu merasakan gimana itu pacaran, jalan sama ehm atau perhatian yang bikin hati melted untuk tahu arti sebuah hubungan. Banyak hal yang bisa mengartikannya, yang buat aku nggak perlu mewek kalau ada apa-apa. Cukup tersenyum dan berkata, “Oh gitu,”

17 tahun. Bohonglah kalau aku mengaku tidak tertarik dengan kisah novel romance. Lama pula ku pendam rasa ingin ber-curcol ria mengenai hal ini di blog. Malu rasanya hahahahaha

~~~~~~~~It found me and won’t let me go
~~~~~~~~If there’s a way to run away, it must be the other lopee β™₯

Credit picture: tumblr.com

4 thoughts on “STPC Versi-ku

  1. Hahahhahahahaha…. just like me!
    Usia segini memang membuat kita benar2 penasaran dengan kehidupan tema percintaan.. πŸ˜€

    Yeah, bagaimna ceritanya nanti? Penasarannn ‘-‘

  2. ternyata gak cuma aku yg punya perasaan kek gini.. ketika percikan itu muncul maka akan menutup segalanya, melupakan mimpi.. hilang fokus. tapi disamping itu perasaan takut kehilangan juga. ah emang ribet, emang datangnya percikan itu ga bisa kita atur kan ya

    • Iya, soalnya cewek itu selalu labil karena mereka pakai perasaan. Nggak kayak cowok yang dengan pintarnya menyembunyikan perasaan itu. Jadi, terserah ke orangnya masing-masing. Dan ada juga orang yang bisa mengontrol loh…

Leave a comment